Bulan
ramadhan tahun 2003, adzan maghrib berkumandang di langit Cilacap. Saatnya
melepas dahaga setelah kurang lebih 14 jam menjalani kewajiban perpuasa. Ahh
sejuk sekali berbuka puasa ditengah keluarga sederhana namun penuh warna ini.
Usai berbuka dan shalat maghrib berjamaah, aku langsung sigap bersiap-siap
menuju masjid untuk melaksanakan shalat tarawih. Biasa, jiwa-jiwa semangat
masih membungkus di darah gadis mungil berusia 11 tahun ini (red. penulis).
Layaknya
anak-anak SD, tak pernah diliburkan oleh PR (Pekerjaan Rumah). PR pada bulan
ramadhan kali ini adalah merangkum hasil kajian pada kuliah subuh dan khutbah tarawih
selama bulan ramadhan. Aku mendatangi papan pengumuman di masjid untuk melihat
siapa yang hari ini akan mengisi khutbah tarawih dan tema apa yang akan dibahas.
Belum lama melihat papan, rupanya mataku tiba-tiba ingin melirik pada selembar
kertas warna-warni yang tergeletak di samping papan pengumuman. Kertas ini
benar-benar memanjakan mata. Aku mencoba membaca kata demi kata yang tertera
pada kertas ini. Dan benar saja, tak hanya memanjakan mata namun isinya juga
memanjakan hati. Pesantren Kilat TPQ Masjid Nurul Hidayah. Setelah merampungkan
shalat tarawih, aku bersegera pulang dan meminta izin pada ibu dan bapak untuk
mengikuti acara pesantren kilat. Dibolehkan, Alhamdulillah. Senyum mengembang
di wajah imutku.
Materi
pesantren kilat kali ini tentang tata cara shalat. Pematerinya adalah seorang
ustadzah jilbaber. Rupanya sangat cantik dan cerah. Tubuhnya enerjik meski
sedang menggendong calon buah hati dalam kandungannya. Beberapa detik mataku
tak berkedip melihat aura beliau. Kata-kata ilmunya mengalun indah membuat
peserta pesantren kilat benar-benar meresapi. Suatu saat nanti, aku ingin
seperti ustadzah itu, pintaku dalam hati. Ahh bagaimana mungkin, ustadzah itu
berjilbab sangat rapi dan lebar sedangkan aku berjlbab saja belum. Pikiranku
berkecamuk sendiri.
Keesokan
harinya, setelah pesantren kilat dan bulan ramadhan selesai, aku menyibukkan
diri untuk mengetahui tentang jilbab. Maklum saja, di daerahku masih minim
sekali yang berjilbab. Aku sangat ingin tahu kenapa perempuan harus pakai
jilbab. Sampai pertanyaan-pertanyaan yang mungkin dianggap bodoh pun kucari
tahu, seperti, apakah perempuan yang sedang haid masih boleh pakai jilbab atau
tidak. Karena setahuku perempuan yang sedang haid itu sedang tidak suci,
sedangkan jilbab bagiku adalah pakaian yang suci. Semua kugali karena aku
sangat ingin tahu dan tentunya karena cita-cita mulia, ingin seperti ustadzah
itu.
Setelah
kutemui jawaban-jawabannya, bahwa ternyata memakai jilbab itu kewajiban bagi
setiap muslimah. Dan ternyata perempuan yang sedang haid pun tetap boleh
menggunakan jilbab, bahkan tetap berlaku kewajiban jika perempuan tersebuat
keluar rumah atau sedang behadapan dengan non mahromnya. Akupun mulai belajar
menggunakan jilbab. Aku memulainya ketika ada mata pelajaran agama islam di
sekolah. Dengan hem dan rok pendek, kepalaku terbalut jilbab cantik, lucu
sekali. Sepanjang perjalanan menuju sekolah, teman-teman menertawakanku. Belum
lagi ulah-ulah usil teman-teman di sekolah ketika melihat aku berpakaian
demikian. Merasa tanggung saja kalau harus membeli baju baru yang panjang,
sementara tinggal tersisa 6 bulan duduk di bangku SD. Ahh, semangat berjilbabku
jadi surut, namun tekadku tetap kuat guna menaati perintah Allah. Hal ini
berjalan hingga masa jabatanku sebagai anak SD berakhir.
Alhamdulillah,
diterimalah aku pada sebuah SMP yang cukup favorit. Kini tekadku sudah bulat.
Aku memutuskan untuk membeli seragam muslim untuk sekolah SMP, supaya aku bisa
berjilbab sepenuhnya. Teringat juga selama satu pekan ini, mimpiku sungguh
sangat aneh. Merasa malu dan ada hal yang mangganjal ketika aku tidak berjilbab.
Hingga setiap bangun aku menangis karena kejadian pada mimpi itu. Ini justru
membuat tekadku untuk berjilbab menjadi semakin dan semakin kuat.
Kuputuskan
untuk berdiskusi dengan ibu, aku menjelaskan padanya bahwa tekadku untuk
berjilbab sudah besar. Ibu pun terdiam mendengar serentetan penjelasanku, hanya
keluar sepatah kata bahwa ibu tidak setuju. Ah, betapa sakit rasanya mendengar
patahan kata itu. Betapa sakit rasanya ketika niat baik tak terdukung. Ibu menerangkan
lagi bahwa sebenarnya beliau kurang suka jika aku berjilbab, masih terlalu
kecil katanya. Melelehlah air mataku dibarengi dengan irama sesenggukan ketika
aku berpendapat bahwa aku tidak mau sekolah lagi jika tidak diperbolehkan pakai
jilbab. Keluargaku memang bukan keluarga yang agamis, sampai-sampai niat baik
anaknya ini benar-benar tak mendapat dukungan.
Aku
mengurung diri di kamar selama dua hari. Tak keluar dan tak mau berbicara
dengan keluarga di rumah. Hanya sesekali keluar untuk MCK, makan dan shalat. Hari
ketiga, bapak pun memberanikan diri mengetuk pintu kamarku. Berharap ada kabar
baik, kubuka pintu kamarku perlahan. Bapak menatap wajahku yang layu dan mata
yang sudah sangat sembab karena terlalu lama menangis. “Betul kamu serius ingin
pakai jilbab mba ?”, begitu tanya bapak. Aku mengangguk sambil kutunjukkan
salah satu artikel di majalah yang sebenarnya sudah lama ku beli, judulnya “Ayat
Spesial dari Allah untuk para Muslimah”.
"Katakanlah kepada wanita yang beriman,
hendaklah mereka menahan pandangannya, memelihara kemaluannya dan menutup kain
kerudung ke dadanya. Janganlah menampakkan perhiasannya, kecuali kepada suami
mereka atau ayah mereka, atau ayah suami mereka atau anak-anak mereka."
(QS. An-Nur : ayat 31).
(QS. An-Nur : ayat 31).
Melihat
tekadku yang begitu kuat, akhirnya bapak setuju. Beberapa menit kemudian ibu
pun tersenyum dan mengangguk tanda setuju. Wajah layu ini seketika berubah
menjadi wajah penuh senyum merona. Ku peluk beliau berdua seraya kuucap
terimakasih yang teramat.
Kini
aku telah menjadi gadis berjilbab. Meski merasa hidayah ini terlalu dini datang
padaku. Namun aku sangat bersyukur pada Allah. Ini bukti bahwa Allah sangat
sayang padaku. Dua tahun setelah aku berjilbab, ibu mulai menyusul memakainya.
Kata ibu ternyata berjilbab itu nikmat. Selain nikmat untuk diri sendiri karena
terhindar dari dosa dan fitnah, berjilbab juga nikmat dari Allah yang hanya
diberikan untuk perempuan-perempuan yang beriman. Semoga aku dan ibu dapat
istiqomah untuk berjilbab. Seraya terus memperbaiki diri supaya dapat sesholeh
ustadzah yang kutemui saat ramadhan kemarin. Insyaallah. Hijab I’m in love
(^_^)
24 April 2012, Ayyu Zahara